? ??????????????A Child is Born? ????? ?? ???Rating: 4.3 (134 Ratings)??97 Grabs Today. 11342 Total Grabs.
??????Preview?? | ??Get the Code?? ?? ???????????????????????????????Buddy Christ? ????? ?? ???Rating: 4.5 (6 Ratings)??58 Grabs Today. 633 Total Grabs. ??????Preview?? | ??Get the BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS ?

Kamis, 23 Juni 2011

Cerpen: Piano Fiona



Senangnya karena bisa nulis cerpen (gimana klo novel yaa? Cerpen aja udah senang bgt... Ckckck).
Sebenarnya ini cerpen gak bakal ada klo bukan karena tugas bahasa Indonesia di sekolah, tugasnya yaitu menulis cerpen, mau gak mau harus nulis cerpen, padahal aku paling gak suka sama yang namanya mengarang/menulis. Tapi ku coba-coba aja buat ceritanya walaupun gaje/ susah dimengerti/ gak nyambung/ apalah, yang pasti banyak kekurangannya. Klo gak ada kerjaan atau ada ide ntah itu lagi di rumah atau di sekolah saat jam istirahat atau bahkan saat jam  pelajaran klo lagi bosan, ku ketik aja cerita-ceritanya di hp ntar dipindahin ke laptop. Nah, waktu ceritanya sudah selesai, saatnya mindahin ke laptop, ternyata selesai dengan kurang lebih enam halaman, aku kira cuma tiga halaman karena aku mikirnya yang penting selesai sama kayak target yaitu tiga halaman, soalnya disuruh buat cerpennya minimal tiga halaman. Dan sekarang jadilah cerpen pertamaku yang ku beri judul 'Piano Fiona', aku ngambil nama Fiona buat judul (tokoh utama) karena asyik aja didengar klo digabung sama kata 'Piano'. Dan kebetulan nama Fiona sebenarnya salah satu nama teman sekelasku di sekolah, jadi aku pake aja namanya. Sebelumnya harap maklum yaa dgn ceritanya klo agak gaje.. Ini nihh cerpen pertamaku...! :D               
Piano Fiona
                Sepulang sekolah, Fiona hanya melepaskan sepatu. Ia segera bergegas ke tempat tidur, tanpa membuka seragamnya. Mamanya kebetulan melihat Fiona saat masuk ke kamar.
"Lihat anakmu itu Pa, datang-datang tanpa ngasih salam," kata Mama yang baru saja tiba di rumah sebelum Fiona.
"Mama ini bagaimana sih? Seharusnya Mama yang menegur dia, lagipula diakan anak Mama juga!"
“Lho, bukannya anak Papa juga?”
Mendengar pertengkaran tersebut Fionapun keluar dari kamarnya.
"Sudah, diam!" teriak Fiona yang kesal dengan perilaku Papa dan Mamanya yang selalu bertengkar.
"Fio yang salah. Fio juga yang datang-datang tanpa ngasih salam buat Papa sama Mama. Jadi, Fio harap Papa sama Mama berhenti bertengkar. Kalau mau marah, marahin aja Fio langsung!" tegas Fiona yang membuat Papa dan Mamanya terdiam.
Tak lama kemudian, Fionapun menggantikan pakaiannya, dan setelah itu Ia keluar dari kamar. Sedangkan Papa dan Mama Fiona sudah pergi lima menit yang lalu untuk mengurus urusan kantor. Sekarang yang berada di rumah hanya Fiona dan pembantu rumah itu, yang biasanya dipanggil bi Yem.
          "Bi, Fio mau keluar dulu yaa," kata Fiona.    
"Iya neng, tapi neng mau keluar kemana?" tanya bi Yem.
"Biasa bi, Fio mau les," jelas Fiona.
"Oo.. Iya-iya neng," ujar bi Yem.
"Oya bi, Fio hampir lupa, tadi sebelum Papa sama Mama pergi ada bilang gak mau kemana?" tanya Fiona.
"Wah... Nggak ada neng, tadi Bapa sama Ibu langsung pergi aja. Lagian kelihatannya mereka lagi buru-buru gitu neng," ujar bi Yem.
"Oo... Ya udah deh bi, Fio mau berangkat dulu," kata Fiona.
"Iya neng, hati-hati di jalan!" pesan bi Yem.
            Seperti biasanya setiap sore merupakan jadwal les Fiona, yaitu les musik piano. Sejak kecil Fiona senang sekali mendengarkan musik piano yang dimainkan oleh kakeknya. Tapi dulu, saat kakeknya masih hidup. Sayangnya dulu Fiona tidak sempat berlatih memainkan piano bersama almarhum kakeknya. Oleh sebab itu, sekarang Fiona mengikuti les musik piano dan Ia berniat menjadi seorang pianis yang hebat seperti almarhum kakeknya dulu saat masih muda.
***
"Bi..," sapa Fiona saat tiba di rumah yang baru saja datang les musik piano.
"Iya neng, sudah pulang toh ternyata," sahut bi Yem dari dapur yang tengah asyik memasak untuk makan malam.
"Papa sama Mama belum pulang, bi?" tanya Fiona.
"Belum," jawab bi Yem dengan singkat takut garengannya gosong.
***
Sambil menunggu Papa dan Mamanya pulang, Fiona memainkan sebuah musik dengan piano kesayangannya, yang baru saja di beli satu tahun yang lalu.
 "Waahh… Neng Fio makin hari makin hebat aja main pianonya," puji bi Yem.
"Aah.. Bi Yem bisa aja," kata Fiona.
"Oya neng, makanan sudah siap di meja makan, neng mau langsung makan?" tanya bi Yem.
"Nanti aja deh, tunggu Papa sama Mama pulang," jawab Fiona sambil memainkan piano kesayangannya itu.
"Tapi biasanya Bapa sama Ibu  pulangnya tengah malam atau malahan bisa pagi neng." Papa dan Mama Fiona memang selalu begitu, pulangnya kadang tengah malam, kadang juga pagi. Jarang-jarang pulangnya siang atau sore. Bahkan biasanya tidak pulang sama sekali.
"Huh… Kapan yaa bi aku bisa ngobrol banyak sama mereka? Berbagi cerita seperti halnya teman-temanku dengan orangtua mereka" keluh Fiona.
"Bapa sama Ibu tuh ya neng sayang banget sama neng Fio," ujar bi Yem.
"Tapi bi, mana buktinya? Mereka lebih sayang sama pekerjaan mereka sendiri," gumamnya.
"Ya sudah, neng makan aja dulu, nanti makanannya keburu dingin, terus kalau neng Fio gak makan nanti bisa sakit lagi," bi Yem mengalihkan pembicaraaan.
"Fiona enggak mau makan bi." jawabnya, dan langsung berdiri lalu pergi ke kamar.
***
Paginya saat Fiona hendak berangkat ke sekolah, saat berpas-pasan dengan papa dan Mamanya yang baru saja datang, Fiona langsung berangkat begitu juga saja tanpa basa-basi.
***
Di sekolah, Fiona terlihat sangat murung. Teman-temannya heran melihat sikap Fiona akhir-akhir ini yang semakin hari semakin aneh.
"Hei Fio, kenapa sih kamu? Kok ngelamun? Ke kantin yuk!" tanya Vera, lalu mengajak Fiona ke kantin. Vera adalah teman dekat Fiona di sekolah.
"O.. Gak apa-apa kok Ver. Yuk!" digandengnya tangan  Vera dan langsung berjalan ke arah kantin.
            Tiba di kantin, Vera berbincang-bincang dengan Fiona.
"Oya Fi, sebentar lagikan kamu ulang tahun," kata Vera.
"Hmm, terus?" tanya Fiona.
"Dirayain gak?" gumam Vera.
"Ee... Aku juga belum tau Ver, dirayain ato enggak. Menurutmu gimana?" tanya Fiona bingung.
"Menurut aku sih sebaiknya dirayain aja, toh moment semacam ini kan gak bisa diulang untuk yang kedua kalinya lagi." Fiona bingung antara merayakan ulang tahunnya yang ketujuh belas ini atau sama sekali tidak.
***
Dikamar Fiona mondar-mandir memikirkan pembicaraannya saat di sekolah tadi bersama Vera.
"Duuuh... Bingung," teriak Fiona.
"Kenapa neng Fio?" tanya bi Yem yang berlari dari arah dapur.
"Ee..enggak kenapa-kenapa kok bi," jawab Fiona bingung.
"Oya bi, akukan sebentar lagi mau ulang tahun nih," kata Fiona.
"O.. Iya, bi Yem hampir lupa. Terus neng?" tanya bi Yem bingung.
"Terus Fio mau nanya sama bi Yem. Menurut bi Yem dirayain ato nggak?" gumamnya.
"Waah, itu sih urusannya neng Fio aja lagi, bi Yem mah gak tau," kata bi Yem sambil mengangkat bahunya.
"Fiona bingung bi," jawab Fiona sambil ngelamun.
"Gini aja neng, neng pikir-pikir aja dulu gimana baiknya!" nasihat bi Yem.
***
Setelah selesai makan malam Fiona langsung beranjak dari tempat duduk, lalu berjalan ke arah piano kesayangannya itu berada. Dan memainkannya dengan penuh penghayatan. Sambil memainkan pianonya, Fiona memikirkan keputusan yang harus diambil olehnya. Tiba-tiba Fiona berhenti menggerakkan jari-jari tangannya.
"Hmm... Aku sudah punya keputusan yang tepat. Sebaiknya ulang tahunku yang ketujuh belas ini akan dirayakan bersama dengan Papa dan Mama, juga bi Yem," ujarnya yang berbicara sendirian sambil senyum-senyum membayangkan perayaan ulang tahun ketujuh belasnya itu bersama Papa dan Mamanya, juga bi Yem. Kemudian Fiona kembali memainkan pianonya.
***
Pagi hari saat Fiona sarapan pagi Ia bertanya kepada bi Yem,
"Bi, tadi malam Papa sama Mama sudah pulang?"
"Iya neng, Bapa dan Ibu sudah pulang," jawab bi Yem.
"Pa, Ma. Besok Fio...na..." teriak Fiona girang saat melihat Papa dan Mamanya keluar dari kamar. Maksudnya menyapa Papa dan Mama yaitu memberitahukan bahwa besok Ia berulang tahun, dan akan merayakannya bersama-sama.
"Apa sih sayang? Kalau kamu mau bicara nanti saja yaa, tunggu Papa sama Mama sudah pulang. Sekarang Mama sama Papa lagi buru-buru karena sebentar lagi ada meeting," jelas Mama dengan terburu-buru sambil berjalan ke arah pintu depan. 
"Huh! Lagi-lagi," kesalnya.
***
Malamnya, seperti biasa Fiona memainkan pianonya, sambil menunggu kedatangan Papa dan Mama. Dan akhirnya Papa dan Mama datang juga.
 "Pa, Ma. Besok Fio..." kata Fiona yang langsung dipotong oleh Mamanya.
"Maaf ya sayang, Mama sama Papa lagi kecapean, jadi besok aja ngomongnya!" jawab Mama yang tampak lesu.
"Ya sudah!" ujar Fiona dengan singkat dan meneruskan bermain piano.
      Setelah puas bermain piano Fiona kembali kamar. Karena Papa, Mamanya,  dan bi Yem sudah tidur. Di kamar Fiona tidak langsung tidur, melainkan menulis diary terlebih dahulu di meja belajarnya.
             Dear diary, malam semakin larut, kesunyian ini semakin ku rasa. Andai dapat kuputar waktu, aku akan kembali kemasa kecilku. Karena dimasa kecillah aku merasa ada kebahagiaan yang sesungguhnya, yang tidak dapat dibeli dengan apapun. Aku tak tahu harus bagaimana lagi, sikap mereka yang sudah begitu banyak berubah. Mereka tak kenal lagi akan kasih, yaitu kasih yang sesungguhnya. Kasih yang benar-benar dirasakan dari dalam hati. Jika tidak ada kasih, hidup ini tak berarti sepenuhnya. Karena dengan kasihlah semua orang di dunia ini ada sebagaimana yang telah direncanakanNya.
             Saat menulis diarynya, Fiona sempat meneteskan air matanya karena sudah tidak tertahankan lagi, tetapi dengan cepat Ia menghapuskan air matanya, sebagai tanda bahwa Ia ingin bersyukur dan mampu menjalani hari-harinya.
            Setelah menulis diarynya, Fiona segera merebahkan tubuhnya ke kasur. Dilihatnya jam, masih jam dua belas kurang sepuluh menit . Berarti Ia harus menunggu sepuluh menit lagi agar tepat jam dua belas. Sepuluh menit rasanya lama sekali.
            Sepuluh menit kemudian, Fiona tersenyum lalu beranjak dari tempat tidur, kemudian duduk kembali di kursi yang Ia duduk tadinya. Lalu Ia mengambil sebuah Alkitab. Kemudian dibukanya Firman Tuhan yang diambil dari Amsal pasal tiga ayat satu hingga ayat yang keempat, dan dibacanya.
"Amsal, pasal  tiga, ayat satu sampai empat. Berbunyi demikian: Hai anakku, janganlah engkau melupakan ajaranku, dan biarlah hatimu memelihara perintahku, karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkannya kepadamu. Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu, maka engkau akan mendapat kasih dan penghargaan dalam pandangan Allah serta manusia. Amin!"
Setelah membacakan Firman Tuhan, Fionapun berdoa.
"Ya Tuhan, terima kasih atas kesempatan yang Kau berikan untukku hari ini. Terima kasih atas usiaku yang ketujuh belas ini. Semoga diusia yang ketujuh belas ini aku bisa bersikap lebih dewasa lagi, dan juga semoga aku dapat menjalani hari-hariku dengan penuh ungkapan syukur kepadaMu. Dan kiranya FirmanMu tadi dapatku nyatakan didalam kehidupan sehari-hari, agar memperoleh kasih yang sesungguhnya. Ya Tuhan, masih banyak lagi yang ingin ku ucapkan kepadaMu, tapi ku yakin dan percaya bahwa Engkau adalah Allah yang mengetahui segala persoalan-persoalan yang ku alami. Dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin!" ucapnya dengan sunguh-sungguh.
            Selesai berdoa Fiona kembali ke tempat tidurnya lalu berbaring. Saat Fiona hendak menutupkan kedua matanya tiba-tiba Ia mendengar ada bunyi piano, seperti ada yang memainkan piano kesayangannya itu. Bunyi piano tersebut berhenti didetik ketujuh belas. Suara piano itu membuat Fiona menjadi penasaran. Karena penasarannya, Fiona membuka pintu kamarnya sedikit, lalu mengeluarkan kepalanya dan melihat ke arah piano kesayangannya itu berada. Ternyata tidak ada siapa-siapa, Fionapun kembali ke tempat tidur.
"Mungkin itu ucapan dari kakek," ucap Fiona sambil tersenyum lalu menutupkan kedua matanya.
            Paginya, seperti biasa Fiona sarapan pagi sambil menunggu Papa dan Mamanya keluar dari kamar, dan berharap Papa dan Mamanya tidak lupa akan hari ulang tahun yang ketujuh belas itu. Tetapi, tiba-tiba terdengar suara Papa dan Mama Fiona sedang bertengkar di kamar.
"Papa ini gimana sih? Hari ini client kita datang ke kantor untuk memastikan kerja sama kita. Masak Papa batalkan begitu saja perencanaan kita? Gak bisa gitu dong Pa! Pokoknya Mama gak mau tau, secepatnya kita akan berangkat ke kantor juga!" tegas Mama yang tidak setuju dengan perkataan Papa.
Mendengar pertengkaran tersebut Fiona langsung berdiri dari tempat duduknya lalu berlari keluar begitu saja.
Fiona terus berlari tanpa tahu tujuannya, yang pasti Ia tak ingin pergi ke sekolah. Sesaat Fiona berhenti berlari, kemudian Ia berjalan.
"Fio bingung mau pergi kemana, yang pasti Fio gak mau balik ke rumah!" ujar Fiona sambil mengusap keringatnya.
Setelah beberapa menit berjalan, Fiona menghentikan langkahnya di dekat sebuah danau. Di sekitar danau tersebut banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon yang rindang, dan juga bunga-bunga yang indah. Suasananya sepi dan tenang, yang ada hanya kicauan burung-burung yang hinggap dipohon. Fiona baru tahu tempat danau itu berada.
"Waah.. Fio baru tau, ternyata disekitar rumah masih ada tempat seindah ini," ujarnya yang sedang menikmati suasana tenang itu. Tiba-tiba, ada seorang kakek yang menghampiri Fiona.
"Tempat ini memang enak untuk bersantai, tapi bukankah seharusnya kamu berangkat ke sekolah?" ucap seorang kakek yang tak dikenal.
"Ee... Maaf, kalau boleh saya tahu kakek ini siapa yaa?" gumam Fiona.
"Perkenalkan nama saya Jhony, panggil saja Pak Jhon. Saya di sini hanya berjalan-jalan saja, kebetulan rumah saya ada di sekitar danau ini."
"Sekali lagi maaf, apa boleh saya panggil dengan panggilan kakek?" ucap Fiona yang teringat akan almarhum kakeknya, dan dilihatnya kakek itu, nampaknya orang yang baik.
"Yaa tentu boleh. Kalau nama kamu sendiri siapa?" tanya kakek itu.
"Nama saya Fiona kek, biasa di panggil Fio karena lebih singkat," jawab Fiona.
"Oya Fio, kenapa kamu tidak segera berangkat ke sekolah? Nanti kamu bisa terlambat," kata kakek itu.
"Fio, gak mau ke sekolah kek!" jawab Fiona.
"Kenapa?"
"Fio malas, rasanya Fio sudah bosan hidup. Berhari-hari hanya kesepian yang Fio dapatkan. Yang Fio lakukan hanya itu-itu saja, yang Fio rasakanpun itu-itu saja. Kenapa yaa kek? Coba aja dulu atau sampai sekarang ini, Fio gak ada di dunia ini, mungkin gak akan seperti ini," keluh Fiona kepada kekek itu.
"Kamu kesepian kerena yang kamu lakukan hanya itu-itu saja, begitu?" tanya kakek itu lagi.
"Yaa seperti yang saya bilang itu. Tapi yang lebih membuat Fio benar-benar merasa kesepian, salah satunya yaitu karena Papa dan Mama. Perilaku mereka sangat jauh berbeda dari dulu, mereka sering bertengkar, mereka juga terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka sendiri, perhatian mereka sudah berkurang, atau bahkan bisa dibilang tidak perhatian lagi, sampai-sampai hari ulang tahun anaknya sendiri mereka lupa," jalas Fiona.
"Jadi begitu. Fio ulang tahunnya hari ini?" tanya kakek itu yang mencoba menebak.
"Iya, tapi yang ngasih ucapan cuma bi Yem, pembantu di rumah Fio yang selalu nemenin Fio kalau lagi kesepian," ujar Fiona.
"Eitts... Siapa bilang? Ini sekarang kakek mau ngasih ucapan buat Fio. Selamat ulang tahun yaa!" ucap kakek itu sambil tersenyum.
"Terima kasih atas ucapannya yaa, kek!" ujar Fiona sambil tersenyum.
"Oya, lalu setelah ini Fio mau kemana?" tanya kakek itu lagi.
"Fio juga gak tau kek, Fio bingung," ucap Fiona sambil merengek.
"Kakek cuma mau ngasih saran buat Fio, sebaiknya Fio pulang saja ke rumah. Bicarakan baik-baik dengan Papa dan Mama Fio, sampaikan semua rasa yang Fio rasakan, mereka pasti akan mengerti perasaan Fio yang sebenarnya," ujar kakek itu.
"Tapi kek, Fio gak yakin mereka bisa mengerti perasaan Fio," kata Fiona yang tidak yakin akan hal itu.
"Apa salahnya kalau dicoba?" kata kakek itu.
"Iya juga sih, tapi...," ucap Fiona yang seakan ragu.
"Berdoalah. Serahkan semuanya kepada Tuhan. Sebab Tuhan tidak pernah tidur, Ia pasti akan mendengarkan semua doa-doamu jika kau dengan sungguh-sungguh. Jangan lupa, engkau harus yakin dan percaya semuanya pasti akan terjadi!" jelas kakek itu.        Fiona termenung sesaat. Lalu Ia berpikir, ternyata perkataan kakek itu benar juga.
"Baiklah kek, Fio akan ngelakuin semua yang kakek katakan tadi. Terima kasih atas semua saran yang kakek berikan," ucap Fiona sambil tersenyum.
"Sama-sama, sebaiknya kau pulang sekarang juga," ujar kakek itu.
"Baiklah. Tapi, sebelumnya Fio mau nanya sebentar sama kakek. Apakah mungkin kita akan bertemu lagi?" tanya Fiona.
"Pastinya. Pulanglah" jawab kakek itu, dan menyuruh Fiona pulang ke rumah, karena bisa saja orang-orang khawatir mencari Fiona.
"Ok. Daagh kek, sampai ketemu lagi!" ujar Fiona sambil melambaikan tangannya. Fionapun pulang ke rumah.
Saat di rumah, ternyata bi Yem khawatir dengan Fiona.
"Syukurlah, akhirnya neng Fio pulang juga. Bi Yem sempat khawatir sama neng Fio, soalnya tadi dari sekolah ada nelpon katanya neng Fio gak masuk. Neng Fio baik-baik aja kan? Gak kenapa-kenapa kan?" ujar bi Yem bernafas lega, dan masih ada rasa khawatir akan keadaan Fiona.
"Maaf bi, tadi Fio langsung pergi begitu saja."
"Iya neng. Tapi, lain kali kalau mau pergi bilang dulu yaa! Biar orang-orang gak khawatir sama neng Fio," ujar bi Yem.
"Emang siapa orang-orang yang khawatir sama Fio? Perasaan cuma bi Yem aja deh," ucap Fiona.
"Ahh neng Fio. Oya, bi Yem sampai lupa ngebilangin ini ke neng Fio, tadi bi Yem ada nelpon ibu,"
"Terus?"
"Yaa bi Yem bilang aja ada telpon dari sekolah, dan ngebilangin kalau neng Fio itu gak masuk sekolah. Maaf ya neng," jelas bi Yem.
"Terus apa kata Mama?" tanya Fiona.
"Ee.. Kata ibu, hari ini akan pulang malam karena sangat sibuk."
Fionapun masuk ke kamarnya, lalu berdoa dengan sungguh-sungguh. Setelah selesai berdoa, Fiona menceritakan semua kejadian yang terjadi saat Ia bertemu dengan kakek itu kepada bi Yem.
***
Malamnya, lagi-lagi Fiona menunggu Papa dan Mamanya pulang kerja, sambil memainkan piano. Dan rencananya Ia hendak berbicara sesuatu kepada Papa dan Mamanya, sesuai dengan perkataan kakek itu tadi. Telah lama Fiona menunggu, tetapi Papa dan Mamanya belum datang-datang juga. Dan akhirnya telah membuat Fiona mengantuk. Fionapun tertidur disamping piano kesayangannya itu.
Akhirnya Papa dan Mama Fiona datang juga. Mereka datang saat Fiona sudah tertidur lelap di samping piano kesayangannya. Mereka bingung saat melihat Fiona yang sampai-sampai tertidur seperti itu, karena selama ini Fiona tidak pernah sampai-sampai tertidur di samping piano. Lalu Mama Fiona menanyanya kepada bi Yem.
"Bi, kenapa Fiona sampai-sampai tertidur di situ?" tanya Mama Fiona.
"Maaf bu. Tadi kata neng Fio, dia mau nunggu Bapa sama Ibu pulang." Lalu diceritakan bi Yemlah kepada Papa dan Mama Fiona, yang Fiona ceritakan tadi.
Setelah mendengar cerita bi Yem, Papa dan Mama Fiona sadar akan apa yang dilakukan mereka selama ini.
***
Paginya seperti biasa Fiona duduk di kursi untuk sarapan pagi. Dan tiba-tiba Papa dan Mamanya menghampiri Fiona ke meja makan, lalu ikut sarapan pagi juga. Yang pasti hal itu membuat Fiona bingung.
"Tumben Papa sama Mama sarapan di rumah," kata Fiona bingung.
"Sayang, tadi malam bi Yem sudah cerita semuanya. Mama sama Papa minta maaf sama kamu. Yang pasti sekarang Mama sama Papa sudah berjanji akan selalu membahagiakan kamu, dan selalu ada untuk kamu sepenuhnya. Maaf juga yaa, kemaren Mama sama Papa lupa kalau itu hari kelahiranmu. Kamu mau kan maafin Mama sama Papa?" jelas Mama yang sekalian minta maaf kepada Fiona.
Mendengar demikian, Fionapun mengangguk dan itu artinya Ia mau memaafkan Papa dan Mamanya. Ia senang sekali, karena Papa dan Mamanya sudah berubah.
            “Selamat ulang tahun yaa sayang! Maaf karena terlambat, kadonya nanti nyusul!” kata Mama dan langsung memeluk Fiona, dan disusul oleh Papanya.
            Bagi Fiona ini merupakan kado yang diberikan oleh Tuhan, yang bahkan melebihi dari cukup.
Fiona tidak lupa berterima kasih kepada Tuhan karena sudah mendengarkan doa-doanya selama ini. Dan Ia juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada kakek yang ditemuinya saat di danau.
Jika ada waktu luang, Fiona menyempatkan diri untuk pergi ke danau dan bertemu dengan kakek itu. Kakek itu sudah Fiona anggap sebagai kakeknya sendiri.

Sekarang Fiona benar-benar merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
            "Sekarang Fiona merasa seperti hidup kembali. Thanks God!".
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar